Oleh
Silvia Rahmelia*)
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia pada konsep-konsep teori
terbarukan. Relevan dengan perkembangan zaman, konsep-konsep yang terbangun
dalam teori baru semakin canggih dan secara otomatis menyebabkan teori-teori
yang telah lama ada menjadi terbantahkan.
Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) sebagai bagian dari pohon ilmu yang bercabang dari filsafat, beriringan
dengan ilmu alam dan ilmu humaniora, memiliki bidang kajian serta keilmuan
tersendiri. Baik itu meliputi ciri-ciri spesifik layaknya aspek ontologi,
epistimologi dan aksiologi-nya masing-masing maupun dalam output sudut pandang pemahaman terhadap suatu permasalahan sosial.
Colhoun
memberi batasan mengenai definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Science), yaitu:
“Social science is the study of the
group behavior of families, factories churches, communities, nation, and other
groups. It is also concerned with the behavior of individual people insofar as
the influenced by their belonging to group.”
Maka dapat diartikan
bahwa IPS ini merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang interaksi
dalam suatu kelompok serta pengaruh yang ditimbulkan dari interaksi itu.
Menindaklanjuti perkembangannya, bahwa para ilmuwan sosial tampak setuju dan
menganggap perlu untuk mengkaji tentang berbagai cara manusia sosial
berinteraksi. Karena tak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataannya manusia
sosial itu merupakan suatu kompleksitas yang memiliki hakekat
‘multidimensional’. Sama halnya dalam struktur kajian IPS sendiri yang
cenderung multidimensional.
IPS memiliki makna yang
sangat luas sebagai akibat penggunaan istilah manusia sosial. Maka dalam rumpun
ilmunya pun dibagi-bagi untuk memperjelas bidang kajian serta untuk tujuan
efektifitas dan karakter yang spesifikatif. Djaldjoeni mengungkapkan bahwa
dalam mengkaji tentang manusia, IPS menggunakan ilmu politik, ekonomi, sejarah,
geografi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya. Dengan demikian dapat
dikatakan IPS adalah ilmu yang diorganisasikan secara sistematis dan dibangun
melalui penyelidikan ilmiah dan direncanakan.
Selain
dari corak keilmuannya yang universal, karakteristik objek kajian IPS yang bisa
dikembangkan melalui pendekatan multidisiplin secara integratif menjadikan IPS
dapat difungsikan untuk telaah masalah sosial budaya yang hakikatnya kompleks.
Ciri dari pendekatan interdisipliner yang memerlukan kajian dari berbagai
disiplin ilmu ini memudahkan IPS untuk dijadikan dasar pengembangan upaya-upaya
penanggulangan masalah-masalah sosial.
Mengkaji
Masalah Kemiskinan
Mengambil sampel
‘kemiskinan’ sebagai salah satu topik permasalahan sosial, disadari betul bahwa
isu kemiskinan dan ketidakmerataan ini mempunyai dampak negatif atas
pembangunan dan integrasi nasional. Kemiskinan ini merupakan permasalahan
sosial yang tidak mudah untuk ditanggulangi. Bahkan pemerintah sejak dekade
1990-an memunculkan kembali program pengentasan kemiskinan dan ketidakmerataan
sebagai salah satu isu sentral dari perspektif pembangunan nasional. Ini
menjadi bukti belum tuntasnya penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan
pemerintah tahun ke tahun.
Ketika mengkomparasikan
pengentasan kemiskinan pada dekade 1990-an dengan keadaan sekarang ini, tidak
banyak perubahan yang bisa dibanggakan. Salah satu buktinya, hingga sekarang
bagian timur wilayah Indonesia masih belum dapat merasakan kemerataan dalam
distribusi hampir dalam segala aspek dan kebutuhan. Hal itu bukan terjadi
sekarang-sekarang, tetapi sejak dulu. Meski memang mungkin terdapat sedikit
kemajuan dalam hal swadaya pangan di wilayah timur sana, tetap saja kemiskinan
masih melekat bahkan menjadi identitas yang kontradiktif dari ‘kekayaan’ sumber
daya ketimuran yang dimilikinya.
Dimulai dari analisis
formulasi kebijaksanaan tadi, yaitu mengidentifikasi siapa yang miskin dan di
mana mereka berada. Pertanyaan ini dijawab dengan beberapa pertimbangan
berdasarkan objek
kajian ilmu masing-masing.
Masalah
kemiskinan dapat dikaji melalui beberapa bidang ilmu yang serumpun dalam
IPS.
|
1.
Sudut Pandang
Ilmu Politik
Dari kacamata ilmu
politik, aspek yang menjadi fokus penelitian ialah mengenai evaluasi
kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kemiskinan serta implementasi
daripada aturan-aturan atau kebijakan yang sudah ada. Selain itu dibahas pula
mengenai hal ihwal penguasa atau dalam ketatanegaraan kita ialah Presiden
beserta jajarannya, dalam menanggulangi permasalahan kemiskinan. Bagaimana
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah dapat memfasilitasi dalam upaya
penanggulangan masalah kemiskinan.
2.
Sudut Pandang
Ilmu Antropologi
Dari kacamata
antropologi, bisa dirumuskan mengenai keterkaitan kemiskinan dengan perilaku
manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan
perilakunya di masyarakat. Dengan mengetahui pola perilaku manusia ini,
diharapkan dapat menentukan arah dari upaya yang tepat dalam penanggulangan
kemiskinan, sesuai tata pergaulan di masyarakat.
3.
Sudut Pandang
Ilmu Sosiologi
Pada rumpun ilmu
Sosiologi, kemiskinan ini bisa dianalisis dari elemen norma, tradisi, keyakinan
dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Misalnya saja mengkaji dari
rumusan masalah ‘sejauh mana internalisasi nilai dan norma kemasyarakatan
terimplementasikan, hingga menimbulkan cerminan perilaku malas berusaha dan
terindikasi menjadi akar dari kemiskinan?’.
4.
Sudut Pandang
Ilmu Ekonomi
Kemudian dalam bidang
ekonomi, sudah jelas bahwasannya kemiskinan ini disebabkan oleh ketidakmerataan
distribusi kebutuhan pokok. Selain itu terbatasnya lapangan pekerjaan sebagai
akibat tingkat pendidikan yang rendah, yang dimiliki masyarakat, sehingga
penghasilan tidak sebanding dengan kebutuhan yang beranjak meningkat.
Salah satu gagasan
solutif bisa melalui fungsionalisasi sumber daya yang ada di masyarakat secara
swadaya. Akomodasinya dengan menghidupkan usaha-usaha kecil dibantu modal
koperasi diiringi dengan bimbingan pengelolaan sistem manajerial secara
bertahap.
5.
Sudut Pandang
Ilmu Geografi
Dalam kacamata geografi, kemiskinan ini dapat
ditelaah dari segi wawasan dalam ruang dan persepsi relasi antargejala.
Geografi yang berisikan pemahaman akan orientasi bumi sebagai tempat tinggal,
proyeksinya meliputi semua unsur ruang yaitu arah, jarak, luas, dan bentuk.
Kemudian ditambah pengamatan dan pemahaman hubungan antargejala yang terdapat
dalam suatu bentang alam. Kemiskinan yang terkotak-kotak di satu wilayah
terpencil dan terisolir bisa ditanggulangi dengan mengakar pada konten keilmuan
geografi.
6.
Sudut Pandang
Ilmu Sejarah
Sementara itu dalam ilmu
sejarah, berangkat dari sifat ilmunya sendiri bahwa sejarah pada dasarnya
melekat pada tiap benda, tiap mahluk, baik yang hidup dan tidak hidup, tiap
fenomena di alam raya ini. Dimensi kesejarahan menuntut manusia untuk selalu
melakukan pembaharuan dan berupaya mencapai kemajuan. Dengan sejarah, manusia
menjadi tahu dan mengenal siapa diri mereka dan bagaimana mereka sekarang ini.
Kemiskinan sebagai
salah satu aspek permasalahan sosial memiliki dimensi proses, peristiwa dan
waktu. Dari pengalaman-pengalaman yang telah ada sebelumnya, manusia dapat
belajar untuk mengembangkan diri dengan mengupayakan usaha-usaha maksimal.
Serta dengan belajar dari proses perubahan dari peristiwa-peristiwa terdahulu
untuk mengupayakan penanggulangan masalah kemiskinan ini.
Objek kajian yang juga tampak bersinggungan dengan
permasalahan kemiskinan ini ialah bidang ilmu Psikologi Sosial. Psikologi Sosial
ini merupakan satu irisan disiplin ilmu yang terbilang baru dalam rumpun ilmu
sosial. Bidang ini mengkaji tentang tingkah laku manusia dalam mengatasi
fenomena yang terjadi dalam kehidupan sosial.
Dengan adanya Psikologi Sosial ini
masyarakat mampu menilai dan memprediksi tingkah laku dalam kehidupan sosial.
Masyarakat dapat membentuk pribadi melalui refleksi atas lingkungannya dengan
lingkungan lain. Dari pengetahuan akan tingkah laku manusia, kemiskinan dapat
semakin jelas terbaca akar permasalahannya. Dengan menggabungkan seluruh sudut
pandang dalam rumpun ilmu sosial, permasalahan sosial ini dapat terselesaikan
dengan tahapan-tahapan yang sistematis, profesional, dan terintegrasi.
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam IPS
Selain dari pada perannya dalam mengentaskan
masalah-masalah sosial, IPS ini begitu unik sekaligus kompleks. IPS memiliki
tugas berat untuk mempersiapkan dan mendidik individu untuk hidup dengan keseimbangan
pemahaman antara ikatan inter dan intrapersonalnya. IPS memerankan peran
signifikan dalam mengarahkan dan membimbing manusia Indonesia agar memiliki
nilai-nilai dan perilaku demokratis, memahami dan peka terhadap permasalahan
sosial di lingkungan sekitar, memahami dan bertanggungjawab terhadap tugasnya
sebagai bagian dari masyarakat global yang interdependen.
Salah satu misi IPS adalah mentransmisikan nilai-nilai
keluhuran yang telah menjadi warisan budaya bangsa dalam proses pembelajaran.
Nilai-nilai ini bukan hanya dibelajarkan saja, akan tetapi lebih jauh lagi
diharapkan dapat memfasilitasi individu terutama peserta didik untuk memahami,
menganalisis, dan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut hingga akhirnya
peserta didik menjadi individu yang utuh.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah bagian dari
batang tubuh ilmu sosial, lebih tepatnya ilmu politik. Ilmu politik ini lebih
lanjut memiliki satu objek kajian khusus, yaitu bidang Demokrasi Politik. Sejalan
dengan perkembangan kehidupan politik dan ketatanegaraan Indonesia, menurut
Azis Wahab (2006), peran Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) ialah untuk menghasilkan karakter warganegara yang
baik (to be smart and good citizen).
Dengan berkembangnya konten dari Ilmu Pengetahuan Sosial, secara otomatis
memperluas objek kajian dari Social
Studies sendiri. Sifat dari IPS sendiri bersinggungan erat dengan
Pendidikan Kewarganegaraan yang notabene mengemban tugas sebagai pencetak
karakter manusia Indonesia.
Lalu bagaimana cara PKn dengan nafas sosialnya, ikut
serta memecahkan permasalahan sosial yang ada dan mengembalikan lagi harkat
martabat bangsa Indonesia yang berbudaya luhur?
Secara sistematis dan konseptual, berawal dari tahap
pemahaman, individu mengetahui dan memahami nilai moral yang semestinya
diterapkan dalam interaksi sosial. Beranjak ke tahapan penghayatan, setelah itu
individu mulai memiliki kecenderungan bersikap, sehingga sampai pada tindakan
moral dalam bentuk interaksi sosial yang positif. Tentu disini jelas adalah peran
PKn dalam mengembangkan upaya internalisasi nilai moral, dan menghantarkan
individu sebagai warga negara pada tahapan-tahapan dalam membentuk interaksi
sosial yang baik melalui pembelajaran PKn itu sendiri.
Merekatkan paradigma mengenai peran IPS dalam membangun
harkat dan martabat bangsa, dapat kita amati dari keberagaman sudut pandang
rumpun ilmu-ilmu sosial dalam menganalisis masalah kemiskinan. Keseluruhan
sudut pandang tersebut dapat diramu dan dikaji secara terintegrasi untuk
menghasilkan gagasan solutif dalam penanggulangan masalah kemiskinan. Kemudian
lagi sudah jelas peran IPS dengan cabang ilmu Pendidikan Kewarganegaraan-nya,
turut andil dalam mencetak individu (warga negara) Indonesia yang berkarakter,
berbudaya luhur, selaras dengan jati diri Pancasila sehingga dapat menjadi
komponen/elemen yang tidak kalah penting dalam membangun serta meningkatkan
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
*) Mahasiswa Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia Angkatan 2011
0 komentar:
Posting Komentar
Comment as a good and Smart Digital Citizens, "say no to plagiat"