Feriansyach

Dimensi warga negara bukan hanya Hukum dan Politik, tetapi mencakup berbagai dimensi kehidupan sebagai warga negara (Feriyansyah)

Warga Negara Digital

Warga Negara Digital Melahirkan Budaya Kewarganegaraan Baru (Feriyansyah)
 

Seminar dan Loka Karya Nasional Pembahasan Kurikulum S1 PPKn Berorientasi KKNI

Jumat, 17 Januari 2014

Diberitahukan kepada Ketua Prodi PPKn, Dosen / Guru PPKn, dan Praktisi serta Pemerhati PPKn se – Indonesia bahwa AP3KnI mendapat mandat dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti untuk merumuskan kurikulum S1 PPKn. 
Pada  : Hari Sabtu-Minggu, 15-16 Februari 2014, 
Pukul : 08.00 – selesai, 
Tempat di LOJI Hotel Jl. Hasanudin 134 Punggawan, 
Solo (Surakarta).JATENG

Mengingat pentingnya acara ini, maka kami sangat mengharapkan partisipasi dan kehadiran bpk/ibu/sdr sekalian. Mengingat kapasitas ruang yang terbatas, maka mohon konfirmasi kehadiran paling lambat tanggal 7 Februari 2014 melalui Sdr. Danang (085740062058) atau Triyanto (08121501029).

Info Lebih Lanjut dan download Undangan, Leaflet dapat di unduh di :
AP3KNI Jawa Tengah



Membangun Kecerdasan Teknologi (Technological Intelegences) Warga Negara Di Era Digital

Membangun Kecerdasan Teknologi (Technological Intelegences) Warga Negara Di Era Digital

Oleh
FERIYANSYAH
Umat manusia saat ini telah memasuki era kemajuan teknologi yang begitu pesat. Manusia saat ini senantiasa terhubung dengan Gadget yang ada di genggaman mereka dengan terkoneksi oleh jaringan internet. Internet yang merupakan anak kandung dari kemajuan Teknologi terutama teknologi informasi dan Komunikasi, bukan lagi suatu yang sulit untuk di akses bahkan saat ini internet telah berubaha menjadi kebutuhan manusia untuk berkomunikasi. Saat ini alat-alat telekomunikasi menjadikan jaringan internet sebagai fitur utama agar dapat terkoneksi dengan sosial media yang populer seperti facebook, twitter, e-mail, dan sebagainya.

Belakangan ini banyak kasus yang timbul awalnya dari dunia maya (Sosial media) yang berdampak besar di masyarakat. Seperti : kasus curhatan Prita di Milis , Video pelecehkan gerakan shalat oleh Siswi SMA yang diunggah di Youtube, suami yang meng-unggah ketika berhubungan suami istri yang dikarenakan dendam dengan mantan istrinya, dan yang terakhir peristiwa seorang mahasiswi yang menunjukkan kemarahannya di twitter dengan men-twet  pernyatakan yang menyinggung sebuah fakultas dikampusnya yang berujung sanksi dari kampus kepada mahasiswi tersebut, selanjutnya foto atau video pribadi yang menyebar di dunia maya diakibatkan kelalaian dan ketidak sengajaan.
Peristiwa-peristiwa di atas sebenarnya disebabkan faktor utama bahwa kecerdasan berteknologi warga negara kita masih kurang. Negara seakan lupa menyiapkan warga negara untuk menghadapi kemajuan teknologi. Padahal Kemajuan Teknologi tidak dapat lagi di hindari oleh warga negara (manusia). Negara sebagai otoritas tertinggi seharusnya membentuk warga negara agar mampu menggunakan teknologi secara cerdas dan bijak. Oleh karena itu, Negara penting untuk membangun kecerdasan teknologi.
Membangun kecerdasan Teknologi (technologi Intelegences) diharapkan dapat ter-integrasi dalam kurikulum nasional. Istilah Kecerdasan Teknologi (Technological Intelegences) pertama kali saya dapatkan dari salah satu kutipan buku Prof. Udin S. Winataputra dan Prof Dasim Budimansyah,  berkaitan dengan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di Abad 21.  Beliau menyatakan :
“ Visi – Kurikulum dan Pembelajaran PKn di Abad 21 – pada dasarnya terpusat pada pengembangan “learning intellegence” dalam dimensi-dimensi “Social, cultural. Political, economic, and technological intelligences…” (Winataputra dan Budimansyah 2012:3). 

Dari pernyataan beliau bahwa Warga negara di Abad 21 diharapkan menjadi “Civic Learner” warga negara pembelajar, dengan pengemangan kecerdasan belajar, Globalisasi dan kemajuan teknolgi menjadi hal yang dihadapi  warga negara.  Sehingga, warga negara terutama warga negara muda harus dibekali oleh  Kecerdasan Teknologi (technological Intelegences) untuk menyongsong era digital. 

Pendidikan tidak bisa hanya diam menyambut Perubahan-perubahan yang terjadi karena Ilmu (ilmu pendidikan) selalu tertinggal selangkah dari kondisi saat ini. Sehingga Ilmu Pendidikan harus terus mengkaji bagaimana mempersiapkan warga negara yang mampu berkontribusi di era digital. 

Ketika Warga Negara memiliki Kecerdasan Ber-teknologi tinggi maka peristiwa sebagaimana diatas tidak akan  terjadi lagi. Dengan kecerdasan ber-teknologi maka warga negara secara sadar mampu memilah perbuatan positif yang dilakukan ketika menggunakan teknologi terutama Teknologi Informasi dan Komunikasi. Warga negara juga dapat memafaat teknologi secara optimal untuk keuntungan dirinya ketika memiliki Kecerdasan Teknologi. 

Kemajuan Teknologi tidak dapat dihindari umat manusia, sehingga yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan diri kita dan generasi muda untuk siap menyongsong era Digital ini dengan Kecerdasan ber-Teknologi (technological Intelegences). 

Mahasiswa  Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan 
aktif di Permata Sumut Community
www.permatasumut.blogspot.com
Editor " Alan Mubarak ' www.e-educasiana.blogspot.com "
Tulisan ini dipublikasikan juga di 
1. http://e-educasiana.blogspot.com/2013/09/membangun-kecerdasan-teknologi.html
2. http://citizenshipstudycentre.blogspot.com/2013/09/membangun-kecerdasan-teknologi.html

Generasi Z Dalam Perpektif Pendidikan Kewarganegaraan ( To Be Create A Smart and Good Digital Citizens)

Generasi Z Dalam Perpektif Pendidikan Kewarganegaraan 
( Untuk Meciptakan Warga Negara Digital yang Cerdas dan Baik)

Oleh 
FERIYANSYAH

Abstrak

Salah satu perkembangan isu global kontemporer adalah perkembangan teknologi yang kian maju dan modern. Salah satu dampaknya adalah melahirkan generasi baru yang disebut dengan generasi Z. Generasi tersebut tidak lain berasal dari anak-anak hingga orang dewasa. Tetapi yang menarik adalah anak sebagai peserta didik disekolah merupakan bagian dari generasi Z.  Hal ini dikarenakan mereka lahir di era digital dimana jaringan internet bukan lagi hal yang sulit untuk diakses bahkan sudah menjadi kebutuhan. Generasi Z ini merupakan generasi emas yang diproyeksikan sebagai generasi yang hidup ketika NKRI berusia 100 tahun pada tahun 2045.  Sehingga, Generasi Z ini jangan sampai salah mendidiknya karena akan berdampak pada rencana pencapaian rencana Indonesia gold pada tahun 2045 mendatang. Oleh karena itu, PKn memiliki tanggung jawab yang besar mempersiapkan mereka untuk menjadi warga negara yang siap mengambil peran maksimal sebagai warga negara digital. Menjadi suatu keharusan untuk mendidik Generasi  digital atau Generasi Z menjadi warga negara digital yang cerdas dan baik (smart and good Digital Citizens) dalam menggunakan teknologi. Kecerdasan berteknologi tersebut akan menopang kehidupan yang harmonis baik di masyarakat nyata (real) dan di masyarakat digital. Sebagai salah satu dari perkembangan kajian kewarganegaraan di era digital tentang bagaimana mempersiapkan warga negara  memiliki kecerdasan berteknologi (technological Intelegences) agar menjadi warga negara digital yang cerdas dan baik melaui program Pendidikan Kewarganegaraan. Oleh karena itu PKn dapat menjadi sebuah pendidikan disiplin ilmu untuk mempersiapkan generasi Z untuk menjadi warga negara digital yang cerdas dan baik.
Kata Kunci : Pendidikan Kewarganegaraan, Generasi Z, Warga Negara Digital, Masyarakat digital.

Tulisan ini dipublikasi dalam Prosiding : Seminar Nasional Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Implementasi Kurikulum PKn 2013  Diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). ISBN 978-602-8418-26-3

ANCAMAN LAKALANTAS BAGI USIA PRODUKTIF

       Oleh

Feriyansyah

Usia Produktif merupakan usia yang sangat potensial bagi kemajuan suatu bangsa karena diusia produktif seseorang memulai karir kehidupan demi masa depan yang lebih baik dimasa depan. Dalam hal ini penulis usia produktif mulai usia sekolah sampai usia 35 tahun karena pada jenjang usia tersebut seseorang memiliki obsesi yang besar untuk merencanakan masa depan. Merencakan masa depan mulai belajar disekolah, Universitas kemudian bekerja. Dalam kegiatan rutin usia produktif ini baik itu bersekolah, kuliah, bekerja dsb tidak terlepas dari kegiatan berlalu-lintas. Hal ini dapat dilihat pagi hari maka jalanan akan dipenuhi oleh oleh usia produktif yang melakukan kegiatan berlalu lintas.

Jalan merupakan tempat bertemunya berbagai kepentingan para  pengguna jalan, sehingga ketertiban menjadi sebuah keharusan untuk mencegah terjadinya gangguan dijalan agar dapat mencapai tujuan pengguna jalan (Usia Produktif,pen) tercapai sesuai rencana. Tetapi saat ini ketertiban dijalan seperti hal yag sangat sulit diwujudkan karena munculnya ke-egoan bahkan super ego dari para pengguna jalan yang mementingkan kepentingannya masing-masing tanpa memperdulikan kepentingan orang lain. Ketika perilaku ini terus tumbuh maka potensi terjadi gangguan dijalan semakin besar seperti kemacetan bahkan kecelakaan lalu lintas.

Ancaman Kecelakaan Lalu lintas
Kecelakaan Lalu lintas saat ini merupakan ancaman yang sangat Besar yang kapan saja siap menerkam Usia Produktif.  Karena usia produktif merupakan pengguna jalan terbesar ketika akan memulai atau mengakhiri aktifitasnya. Berikut merupakan data Lakalantas dari Dirjen Perhubungan Darat (Hubdat) dalam PDDA 2011 jumlah korban meninggal sebesar 31.185 jiwa luka berat 36.767 jiwa serta luka ringan 108.811 jiwa. Hal ini jika kita hitung bahwa dalam satu jam setiap harinya kira-kira 4 Jiwa menjadi korban meninggal Lakalantas di Indonesia. hal ini merupakan angka yang sangat memprihatinkan karena pasti akan berdampak terhadap perekonomian bagi keluarga korban meninggal karena usia para korban
Lakalantas sebagian besar usia produktif antara 5-25 Tahun, sebanyak 40 % dari jumlah total kroban meninggal laka lantas. Pada Usia ini kalau kita lihat merupakan usia seseorang berstatus sebagai siswa sekolah (SD, SMP, SMA) dan mahasiswa (universitas) kita bayangkan bagaiaman hancurnya harapan orang tua ketika anak mereka menjadi korban Lakalantas. Jika dilihat dari korban luka berat maka kemungkinan dapat mengakibatkan kecacatan permanen bagi korban Lakalantas dan hal ini akan berdampak langsung bagi harapan dan cita-cita serta masa depan dari korban lakalantas. Akibat yang ditumbulkan oleh peristiwa Lakalantas.

Pastinya harus ada solusi yang diambil untuk mencegah angka korban Lakalantas terus berkembang dikemudian hari. Dalam hal ini penulis memberikan solusi pada usia ini dengan membagi usia 5-17 Tahun dan usia 18-60 Tahun, sebagai berikut :
Solusi usia 5-17 tahun 
pertama Larangan Siswa mengendarai Kendaraan Bermotor ke Sekolah. Saat ini sebagaian besar siswa di sekolah yang jika kita lihat usia belum cakap berkendara karena tidak berhak memiliki SIM (Usia sekolah biasanya dibawah 17 Tahun) tetapi dengan leluasa mengendarai sepeda motor ke Sekolah. Hal ii dapat menambah besar potensi dari usia sekolah untuk menjadi korban Lakalantas dalam hal ini ketegasan pihak sekolah untuk melarang siswa mengendarai kendaran bermotor (sepeda motor bahkan mobil) ke sekolah.  Dalam hal ini Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan ,pihak Sekolah, Guru serta Orang Tua harus ikut andil. Terutama Orang tua jangan memberikan kendaraan bermotor kepada anak yang belum cakap memiliki SIM karena sama saja mengantarkan anaknya untuk menunggu antrian menjadi korban Lakalantas.
Kedua Dan hal ini harus didukung oleh semua pihak dalam hal ini Pemerinah dapat mengaktifkan kembalimoda transportasi khusus untuk siswa yaitu Bus Sekolah.  Jadi Lakalantas merupakan masalah yang sangat besar mengancam generasi muda selain dari Narkoba. Paling tidak moda tranportasi umum hars ditingkatkan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktunya sehingga dapat menjadi moda andalan siswa untuk beraktifitas ke sekolah.

Solusi usia 18-60 Tahun
 Dalam hal ini usia 18 s/d 25 dimasukkan untuk solusi dalam usia 35-60 Tahun karena sudah cakap berkendara dan berhak memiliki SIM. Untuk Jenjang usia ini dampak yang ditimbulkan karena pada jenjang usia seperti 25 s/d 60 Tahun merupakan usia sebagai kepala keluarga atau tulang punggung perekonomian ketika usia ini menjadi korban Lakalantas maka akan berdampak pada keluarga yang ditinggalkan karena akan kehilangan tulang punggung keluarga atau bahkan ketika menjadi korban luka berat dan menimbulkan kecacatan maka akan menambah beban ekonomi bagi kerluarga.

Solusi pertama untuk jenjang usia ini tidak lain usaha sadar untuk terus melakukan sosialisasi atas pentingnya perilaku taat dan tertib dalam berlalu lintas dan menjunjung etika dalam berlalu lintas. Etika berlalu lintas menjadi sebuah keharusan untk mewujudkan tertib berlalu lintas sehingga dapat menekan angka terjadinya Lakalantas. Kedua, Penegakan Hukum menjadi keharusan dalam mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas dan akan menimbulkan efek jera dari para pelanggar. Maka untuk penegakan hukum ini harus didukung juga oleh aparat Penegak Hukum yang Profesional tidak gampang diajak damai dijalan.

Penutup 
Kecelakaan lalu lintas menjadi ancaman besar bagi usia Produktif (Pelajar dan Pekerja) sehingga Solusi untuk menekan angka Lakalantas menjadi sebuah keharusan dan wajib didukung oleh semua pihak yang terkait karena Lakalantas dapat menjadi sebuah masalah Nasional suatu negara ketika angka tersebut besar dan akan berdampak bagi kehidupan sosial dan ekonomi Indonesia. Sehingga Zero Accident menjadi agenda mendesak yang harus kita laksanakan. Tertib Berlalu lintas merupakan Budaya Bangsa, Jayalah Satlantas Polri, Lindungi Generasi dari Lakalantas.

Penulis Siswa Sekolah Pascasarajana UPI
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, 
Alumnus S1PKn Unimed serta Inisiatior Permata Sumut Community 

Tulisan ini di publikasikan juga di  http://e-educasiana.blogspot.com/2013/09/ancaman-lakalantas-bagi-usia-produktif.html


Pendidikan dalam Keluarga Bagi Generasi Z

Sabtu, 11 Januari 2014

Oleh
FERIYANSYAH

Keluarga merupakan pendidikan utama bagai seorang anak dalam perkembangan kepribadiannya. Karena anak akan belajar mengenal dunia diawal kehidupan dalam lingkungan keluarga. Usia batita (bawah tiga tahun)  dan balita (Bawah lima tahun) merupakan usia kritis dalam perkembangan anak, dalam artian pada usia tersebut anak benar-benar membutuhkan peran orang tua karena usia tersebut anak mulai  belajar hal-hal mendasar bagi kehidupan mereka kelak. Oleh karena itu, orang tua seharusnya memiliki peran yang besar dan bahkan tidak tergantikan dalam mendidik anak pada usia kritis ini.

Perkembangan Teknologi mengakibatkan dampak yang luar biasa pada kehidupan manusia. Kita bisa melihat bagaimana perkembanganteknologi mengakibatkan mobilitas manusia semakin cepat sehingga merangsang pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Perubahan ini berdampak pula terhadap peran orang tua dalam kehidupan anak. Dalam membagi ini kita dapat melihat teori generai dari Strauss dalam membagi generasi mulai dari tahun 40-an sampai sekarang. 

Dalam teori  Generasi yang diungkapkan Strauss, anak-anak yang saat ini berada di Sekolah merupakan Generasi Z, yaitu generasi yang dilahirkan antara tahun 1994 sampai sekarang. Generasi Z lebih dikenal dengan generasi digital karena mereka lahir pada era digital, dimana peralatan digital telah menjadi bagian yang sepertinya tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.  Anak-anak generasi Z dilahirkan oleh orang tua yang merupakan Generasi X akhir dan Generasi Y awal. 

Generasi X akhir dan Generasi Y awal merupakan generasi workaholic (pecandu Kerja) tipikalnya pekerja keras. Kedua generasi saat ini saat ini sudah berada dalam kemapamanan ekonomi dibanding generasi sebelumnya. Generasi X akhir dan Generasi Y  merupakan generasi yang sangat besar secara kuantitias dan para Pasukan/Angkatan Pekerja (workforce).

Dengan Kondisi Generasi Akhir X dan Generasi Y terjadi pergeseran fungsi keluarga, keluarga seperti ikatan formal saja. Dengan Kesibukan workaholoic (baik laki-laki dan Perempuan dalam generasi X dan Y, pen) dari orang tua sehingga anak kurang mendapatkan kasih sayang. Waktu kebersamaan dengan anak sangat terbatas, dan bahkan orang tua pulang ketika anak sudah tidur. Sehingga ini yang dikatakan bahwa Kemajuan Teknologi elektronik telah menggeser kedudukan orang tua sebagai sumber informatik, pepatah, ceritera, dongeng, dan sebagai media pendidikan agama yyang telah difilter orang tua, diganti dengan berbagai judul yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan perkembangan anak. Sehingga Kecenderungan-kecenderungan diatas menunjukkan adanya pergeseran fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan. 

Sebagaimana Sebuah perkataan Ali bin Abi thalib 
“ belajarkanlah anak-anak kamu karena mereka adalah makhluk yang akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu sekarang” 

Hal ini penting menjadi dasar perenungan kita bahwa ana-anak kita akan hidup dalam kondisi yang berbeda dengan kita saat ini. Sehingga pendidikan harus mampu berjalan melintasi waktu ntuk dapat memprediksi kebutuhan anak-anak dalam belajar sesuai dengan zamannya. Dalam hal ini, Orang tua juga harus belajar bagaimana mendidik anak agar orang tua mengetahui kebutuhan anak dalam belajar. Bukan menentukan anak untuk belajar apa sesuai dengan keinginan orang tua. Orang tua menjadi orang tua helicopter yang mengontrol anak dan memeberikan anak semua tetapi tanpa didasari pengetahuan tentang kebutuhan nyata anak dalam belajar yaitu kehadiran kehangatan dari orang tua, bukan materi yang hadir. 

Jelas permasalahan, perbaikan pendidikan dan pemecahan permasalahan pendidikan harus disertai tranformasi dan penataan budaya pendidikan dalam keluarga. Revitalisasi fungsi keluarga, hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan pendidikan bagi keluarga dan calon orang tua tentang tanggung jawab mereka ddalam mendidik anak ditengah kesibukan yang luar bisa dari orang tua yang workaholic. Seperti ketika akan berkeluarga penting kiranya dilakukan pendidikan pra-keluarga untuk mendidikan para calon orang tua akan tanggung jawab mereka terhadap generasi yang mereka hasilkan. 

Anak yang cerdas dan Sholeh menjadi sebuah dambaan dari tiap keluarga , anak cerdas yang sholeh juga lahir dalam keluarga yang berbudaya dan mampu mendidik. Keluarga harus menjadi tempat belajar yang nyaman dan aman bagi anak dalam mengembangkan potensinya, bukan menjadi tempat diktator yang mengatur hidup anak. Sebagaimana yang diungkap Sayling wen (2003) bahwa peran keluarga bukan menjadi atap bagi anak, tetapi  menjadi tanah yang subur dimana anak-anak itu merupakan benih. Benih itu diawal pertumbuhhannya harus hidup di tanah yang memberikan banyak mineral untuk benih itu bertumbuh. Hal ini senada dengan Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara, biarkan anak-anak menjadi sebuah taman-taman yang berbunga cantik. Vygotksy dalam konstruktivisme sosialnya bahwa anak-anak akan mengkontruk lingkungan sosialnya dalam hal ini keluarga, sehingga keluarga harus dikonstruk kebaikan yang menghiasai kehidupan keluarga tersebut, Sehingga peran keluarga tidak tergantikan yang utama adalah Orang tua atau pun anggota keluaraga yang lain. 

Zaman terus berubah, Peran orang tua/ keluarga tak tergantikan sebagai sebuah taman yang subur dimana benih –anak-anak – tumbuh dan berkembang di usia kritis dalam mengenal dunia. Keluarga yang sehat dansakinah, mawaddah warohmah menjadi sebuah taman yang sangat subur untuk benih-benih yang unggul. 

Orang tua hendaknya hadir dengan jiwa dan raga, bukan dalam bentuk materi, karena materi bisa menjadi pestisida yang justru dapat merusak tanaman yang baru berkembang tersebut, dan orang tua tidak menjadi orang tua helikopter yang senantiasa mengontrol dan mengatur kehidupan anak, hal ini bisa merusak pertumbuhan benih tadi karena terlahalng pohon besar yang mengahalangi sinar matahari menerpa benih yang baru tumbuh ini. 


Partisipasi Politik Warga Negara dalam Pemilu

Rabu, 08 Januari 2014

Oleh

FERIYANSYAH

Indonesia merupakan negara demokrasi langsung Direct Democration terbesar di dunia. Oleh karena itu Indonesia menjadi sebuah negara dengan penyelenggaraan pemilu terbanyak. Pemilu di Indonesia dalam tingkat rendah pemilihan kepala desa, pemilihan bupati/walikota, pemilihan gubernur, pemilihan Presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif.tetapi dengan banyaknya pemilu yang terjadi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu belum signifikan.
Fenomena yang paling baru, Golput menjadi pemenang dalam beberapa pemiihan umum kepala daerah (Pemilukada). Seperti Pmelihan Kepala Daerah di Jawa Barat dan Sumatera Utara bahwa persentase masyarakat yang golput lebih besar dari persentase pemenang pemilukada.  Faktor apakah yang menyebabkan fenomena ini terjadi? Ataukah trust (kepercayaan) masyarakat terhadap pemerintah semakin rendah? merupakan pertanyaan mendasar yang muncul jika kita melihat hal ini.
Demokratisasi adalah reformasi demokratik-liberal yang maju, yang mengimplikasikan pemberian kebebasan-kebebasan dasar dan perluasan partisipasi populer dan pilihan elektoral (Kalidjernih 2010:29). Jadi, Hakikat demokratisasi adalah keterlibatan aktif warga negara atau partisipasi warga negara dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, partisipasi warga negara merupakan nyawa utama dari demokrasi. Proses demokratisasi tidak lepas bagaimana mendidik warga negara untuk menjadi warga negara yang demokratis. Oleh karean itu Pendidikan Demokrasi menjadi solusi dari rendahnya partisipasi warga negara.
Pendidikan demokrasi memiliki 3 tujuan pokok yaitu  :
1.      Memfasilitasi warganegara untuk mendapatkan berbagai akses kepada dan menggunakan secara cerdas berbagai sumber informasi tentang demokrasi dalam teori dan praktik untuk berbagai konteks kehidupan sehingga ia memiliki wawasan yang luas dan memadai (well-informed)
2.      Memfasilitasi warganegara untuk dapat melakukan kajian konseptual dan operasional secara cermat dan bertanggungjawab terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi dan praksis demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan  individual atau kelompok dalam kehidupannya sehari-hari berargumentasi atas keputusannya itu
3.      Memfasilitasi warganegara untuk memperoleh dan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya, seperti mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat, memilih, serta memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik.
( Winataputra US dan Budimansyah D, 2007 : 219)

Dalam Tujuan yang ketiga dari Pendidikan demokrasi adalah mefasilitasi agar warga negara dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam praksis kehidupan demokrasi dilingkungannya. Pemilu merupakan partisipasi dasar bagi seorang warga negara, karen sudah terjadwal dan sangat menentukan.
Keterlibatan warga negara dalam Pemilihan Umum merupakan keterlibatan dasar, partisipasi dasar bagi warga negara. rendahnya partisipasi warga negara dalam pemilihan umum merupakan manifest dari masih belum optimalnya pendidikan politik, pendidikan demokrasi dan pendidikan kewarganegaraan bagi warga negara. sehingga warga negara menjadi apatis dan memilki trust (kepercayaan) yang rendah terhadap pemerintah. Citizen Participation is fundamental to democratic governance. The problem has been addressed in the citizen participation literature in a myriad of ways, including the use of technology to involve citizens in the decision making process. (D’Agostino, 2006:2) Partisipasi warganegara adalah hal fundamental dalam tata pemerintahan yang demokratis. Masalah sudah ditujukan di dalam partisipasi warganegara dalam banyak cara, termasuk di dalamnya pemakaian teknologi untuk melibatkan warganegara dalam proses pengambilan keputusan.


Daftar bacaan
Winataputra US dan Budimansyah D, (2007). Civic Education : Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas, SPS UPI Bandung.

D’Agostino, Maria J. (2006). Social Capital: Lessons from a Service-Learning Program. Center For Civic Engagement. Park University International

Akses Internet sebagai Hak Warga Negara

Oleh Feriyansyah*

Internet merupakan suatu teknologi muthakir yang  muncul dalam kehidupan umat manusia dewasa ini. Internet telah menguhubungkan manusia dengan manusia lain walaupun berada diruang dan waktu yang berbeda. Internet merupakan salah satu  faktor dari lahirnya globalisasi yang saat ini tidak mampu lagi dibendunng. Internet telah melahirkan online Community (masyarakat dalam jaringan) dimana masyarakat tersebut terhubung satu sama lain kapanpun dan dimanapun. Komunikasi tatap mua menjadi berkurang karena manusia senantiasa terhubung dengan jaringan internet melalui peralatan elektronik yang ada digenggamana manusia.
Interet bukan lagi sebagai sebuah wahan hiburan, gaya hidup atau menunjukkan strata sosial. Internet saat ini telah menjelma sebagai kebutuhan umum sebagai masyarakat jaringan. Warga negara saat ini bukan hanya seagai penerima informasi pasif sebagaimana di era televisi. Saat ini Warga negara sebagai penerima, pembuat, dan penyebar informasi, hal ini yang melahirkan konsep Citizens Jurnalism .
Ketika internet telah menjadi kebutuhan umum apakah akses internet sudah menjadi hal yang mudah dan murah untuk diakses? Ini merupakan pertanyaan mendasar bagi kita. Negara sebagai otoritas tertinggi dalam kehidupan manusia saat ini seharusnya memiliki peran agar bagaimana internet dapat diakses dengan mudah dan murah oleh warga negara, karena jaringan internet dapat dimonopoli oleh negara untuk  kepentingan negara khususnya warga negara.
Dapatkah Internet dikuasi negara dan dipergunakan seluas-luasnya untuk kesejahteraan umum? Sebuah pertanyaan mendasar yang ada dikepala saya ketika menuliskan thesis saya. Jaringan internet saat ini merupakan kebutuhan mendasar bagi warga negara-digital, pen- .  Jaringan internet saat ini sudah seperti kebutuhan lainnya, bukan lagi suatu hal yang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh golongan menengah keatas. Akses Internet merupakan hak dasar warga negara yang seharusnya juga dijamin oleh negara. Oleh Karena itu, Internet bukan lagi hal yang sulit dan mahal untuk diakses, karena syarat utama untuk membangun masyarakat Indonesia dapat berkontribusi dalam masyarakat global adalah dengan jaringan internet. Suatu keniscayaan Warga negara Indonesia dapat berkontribusi positif dalam masyarakat global jika akses terhadap internet masih sulit dan mahal (karena dikuasi korporasi,pen) bagi sebagian besar warga negara Indonesia.
Akses terhadap jaringan internet selama ini memang dianggap sebagai sebuah jaringan hanya untuk kesenangan bagi penggunanya. Mossberberg dan Tolbert dalam bukunya Digital Citizenship : The Internet, Society, and Participant menjelaskan three aspects of participation in society online :
First, the inclusion in prevailing forms of communication through regular and effective use; second, the impact of Internet use on the ability to participate as democratice citizens; and thirdth, the effect of the internet on the equality of opportunity in the marketplace. (Mossemberg and Tolbert et. al. 2008:2)

Ada tiga aspek  dari partisipasi dalam masyarakat jaringan pertama, bentuk umum dari komunikasi reguler dan penggunnaan yang efektif, kedua,  dampak dari penggunaan internet dalam kemampuan untuk berpartisipasi sebagai warga negara demokratis dan ketiga efek dari internet dalam kesamaan dalam kesempatan pada pasar ( Kesempatan ekonomi dalam kesejahteraan,pen). Sehingga  dapat di simpulkan bahwa Internet dan kehidupan warga negara dapat dibagi atas tiga manfaat internet terhadap kehidupan warga negara yaitu :
1.      Kesempatan ekonomi (ecnomic opportunity)  sebagai usaha mewujudkan kesejahteraan
2.      Keterlibatan warga negara (Civic Engagement)
3.      Partisipasi Politik warga negara (Political participation)

Jadi, Internet saat ini jangan dipandang sebagai sebuah komoditas yang mahal, yang hanya dapat diakses oleh golongan menengah keatas. Justru akses terhadap internet membuka tiga peluang utama yaitu Ekonomi,  keterlibatan warga negara, dan partisipasi politik. Oleh Karena itu, Akses internet saat ini menjadi suatu kebutuhan untuk memaksimalkan ketiga manfaat (economic opportunity, civic engagemnet, political participation)  dari penggunaan internet sehingga akses internet yang mudah  dan murah menjadi suatu keharusan yang diberikan negara kepada warga negara.
Ketakutan terhadap dampak negatif internet memang menjadi hal yang selama ini terbentuk bagi dikalangan masyarakat maupun pemerintah/negara. Penulis lebih suka menyebutnya dengan Internet Paranoid. Akses internet yang mudah dan murah tanpa ada pencerdasan warga negara digital, akan berdampak fatal, tetapi dengan pembatasan internet berarti negara secara struktur melanggar hak warga negara untuk menikmati internet sebagai kebutuhan mendapatkan informasi. Oleh karena itu, Urgensi dari Digital Citizenship dalam kehidupan warga negara digital.  Pendidikan baik sekolah, orang tua dan masyarakat, harus menjadi faktor utama dalam membentuk karakter warga negara digital. Sehinggamembangun warga negara digital yang cerdas dan baik merupakan suatu keharusan sebagai salah satu hal yang harus dicapai dalam bidang pendidikan.
Penutup
Internet telah melahirkan tiga manfaat dan kesempatan (Economic Opprtunity, Civic Engagment, dan Political Participation) yang harus dimanfaatkan oleh negara untuk menciptakan kontribusi positif warga negara digital  dalam kehidupan masyarakat digital. Pintu gerbang dari kontribusi itu pastinya ialah akses internet yang mudah dan murah. Membangun Warga negara digital yang cerdas dan baik  menjadi suatu keharusan ketika kebijakan akses internet yang mudah dan murah dipenuhi oleh negara. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam masyarakat digital oleh karena itu Indonesia harus dapat mengoptimalkan kesempatan  ang ada dalam era digital.
Semoga akses internet sebagai kebutuhan dan hak warga negara dapat diakses lebih mudah dan lebih murah di Indonesia, Dalam hal ini Negara harus berani mengambil kebijakan terhadapa jaringan internet  yang lebih memihak kepada warga negara.

*penulis merupakan Siswa Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Sedang melakukan penelitian Tesis “Membangun Warga Negara Digital Yang Cerdas dan Baik”
Bahan Bacaan utama
Karen Mossberger, Caroline J. Tolbert, and Ramona S. McNeal. (2008). Digital Citizenship: The Internet, Society and Participation. London, England:The MIT Press Cambridge, Massachusetts.







Lorem

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Dolor

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.