WARGA (TANPA) NEGARA
Oleh
Oleh
Feriyansyah *
*Penulis merupakan Dosen Kewargaan FIP Unimed
**Tulisan ini menyambut 35 Tahun Muhammad Iqbal, S.Sos., M.Si. 12 Desember 2016
Perkembangan ilmu sosial dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat menakjubkan. Kajian-kajian ilmu sosial melintasi kajian yang kaku dan rigid. Kajian kewarganegaraan merupakan suatu kajian yang normatif tentang status sebagai warga negara. Status seseorang sebagai warga negara akankah menghilangkan dimensi sosial dari warga itu sendiri.
Tulisan ini menocba menggambarkan bagaiaman konteks manusia sebagai warga dipandang dari pisau analisis sosiologi khususnya analisis post-strukturalis (Post-modern). Kajian ini tidak lepas dari perkembangan manusia sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk individu. Perdebatan antara kemerdekaan Individu yang diatur oleh hegemoni negara. Dalam beberapa diskusi oleh Muhammad iqbal, ada beberapa hal yang menjadi ketertarikan bagi penulis untuk mengkaji studi kewarganegara dari pisau analisis sosiologi.
T.H. Marshal merupakan punggawa awal dari kajian kewarganegaran di dunia. T.H. Marshal memperkenal konsep kewargaan sosial. tetapi era kejayaan modern yang strukturalis maka kajian kewarganegaraan lebih kepada pendekatan positivistik melalui kajian hukum, sebagai dampak status warga negara sebagai bentuk status warga seorang Individu.
Dewasa ini seorang individu sebagai seorang manusia yang dikenal identitiasnya sebagai seorang warga mengalami fenomena yang paradox. Ternyata tidak semua manusia dapat masuk dalam status sebagai seorang warga negara. Ada manusia yang tidak dianggap manusia ataupun warga. Hal ini menjadi kajian menarik ketika mencoba melakukan analisis dari konsep homo Sacer yang diperkenalkan oleh giorgio Agamben.
Selanjutnya, kajian tentan kewarganegaraan semakin menarik ketika mencoba memakai pisau analisis Michel Foucault, Pierre Bourdiue, dan Jean Baudrillard yang diusing untuk mebongkar rezim kepastian dalam pemikiran kritis post Strukturalis dalam buku Haryatmoko. Negara tidak dapat lagi dipandanga sebagai sebuah lembaga yang penuh kebijaksanaan. Negara harus dihadapi dengan kecurigaan dengan kekuasaan yang melekat dari dirinya. Negara akan memproduksi kebenran menurut sudut pandang pandangan negara, bukan dari sudut warga. Saat ini saya lebih cocok menggunkan istilah kewargaan dari pada kewarganegaraan karena saya ingin mendekontruksi kembali hubungan antara warga dan negara.
Selanjutnya, kajian tentan kewarganegaraan semakin menarik ketika mencoba memakai pisau analisis Michel Foucault, Pierre Bourdiue, dan Jean Baudrillard yang diusing untuk mebongkar rezim kepastian dalam pemikiran kritis post Strukturalis dalam buku Haryatmoko. Negara tidak dapat lagi dipandanga sebagai sebuah lembaga yang penuh kebijaksanaan. Negara harus dihadapi dengan kecurigaan dengan kekuasaan yang melekat dari dirinya. Negara akan memproduksi kebenran menurut sudut pandang pandangan negara, bukan dari sudut warga. Saat ini saya lebih cocok menggunkan istilah kewargaan dari pada kewarganegaraan karena saya ingin mendekontruksi kembali hubungan antara warga dan negara.
Kajian kewargaan, menjadi sebuah lapangan kajian yang kian seksi ketika kita mencoba menggunakan pendekatan analisis Wacana Kritis, sehingga, kajian kewargaan jelas harus berpihak kepada warga untuk mebongkar hegemoni kepastian dan kebenaran yang diproduksi oleh negara. Sehingga, dekontruksi terhadap kebenaran pengetahuan yang diproduksi negara akan di kritisi oleh warga sehingga warga tersadar bahwa mereka sedang dibentuk sebagaimana konsep disiplin dan tbuh Foucault. Warga juga harus terbebas dari Panoptik yang seakan-akan melahirkan ketakukan bagi warga untuk mengkritisi negara.
Warga negara merupakan sebuah entitias yang merdeka dari berbagai hegemoni. Negara sebagai sebuah Republik perlu menjaga mana bagian private warga dan urusan publik warga. Negara tidak bisa lagi menjadi lembga yang memperdaya warga bahkan membodhi warga. Negara terbentuk oleh warga bukan sebaliknya seorang warga terbentuk oleh negara.
Tulisan ini merupakan bentuk, penghargaan akan diskusi-diskusi yang dilakukan oleh penulis oleh Muhammad Iqbal sebagai seorang sosiolog (Sosiologi Pendidikan) seorang Soiologi Kewargaan. smeoga kajian kedepannya dapat membongkar bagaimana kekuasaan ternyata meperdaya kita sebagai seorang manusia yang menjadi seorang warga.
terima kasih, semoga dalam usia yang semakin matang beliau dapat terus mengembangkan keilmuan, dan kajian-kajian sosial baik tingkat lokal Sumatera Utara dan Nasional bahkan Internasional. Tetap Membaca dan selalu menghadirkan distinction dalam artian invoasi.
0 komentar:
Posting Komentar
Comment as a good and Smart Digital Citizens, "say no to plagiat"